MUSLIM UZBEK: KORBAN TERORISME
KARIMOV DAN AS
Siapa pembunuh Farhad Usmanov?” adalah pertanyaan bagi
ribuan orang di dunia yang menentang kezaliman pemerintah
Uzbekistan. Farhad Usmanov, 42 tahun, adalah putra Imam
masjid Agung Tashkent yang terkenal. Sebelumnya, tanggal 14
Juni 1999, dia ditahan dengan tuduhan telah memiliki
selebaran yang dikeluarkan partai politik Islam Hizbut
Tahrir. Setelah komunikasi dengannya terputus selama empat
hari, dia ditemukan dibunuh secara brutal oleh aparat dinas
rahasia Uzbekistan. Secara resmi, kematiannya diklaim karena
kegagalan jantung. Meskipun demikian, tampak dari tubuhya
bukti-bukti yang kuat bahwa Usmanov meninggal karena disiksa.
(Acacia Shield/Human Rights Watch).
Sejak tahun 1997, Presiden Uzbekistan telah memulai
kampanyenya yang keji untuk membersihkan seluruh aktivitas
agama yang sifatnya politik dan setiap tindakan menentang
pemerintahannya yang lalim. Secara khusus, Hizbut Tahrir
telah menjadi target utama presiden Karimov akibat seruan
politisnya untuk menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah secara
damai di Asia Tengah dan menyatukan kaum Muslim seluruh
dunia. Hizbut Tahrir juga sangat dibenci oleh rezim
Uzbekitan karena kritiknya terhadap berbagai kebijakan
pemerintahan yang gagal, korup, dan tiranik
Berikut ini adalah beberapa kesaksian dari keluarga anggota
Hizbut Tahrir yang dikejar-kejar oleh Rezim Karimov (Lihat:
www.war-againts-terrorism.info):
Muhammad, lahir 1976 di distrik Yailma, Margilan. Pada 27
Agustus 2001 pukul 23.00, petugas keamanan Uzbekistan,
datang ke rumahnya. Dengan berbagai alasan yang dikemukakan
kepada orangtuanya, petugas tersebut segera membawanya ke
kantor polisi. Beberapa hari kemudian, Muhammad dikabarkan
sudah meninggal. Tubuhnya telah “habis” dan sangat kurus.
Tengkoraknya retak. Ra mbutnya menjadi keabuan. Punggung,
lutut, dan kakinya bengkak-bengkak akibat pukulan. Kuku
kakinya dicabuti. Ada bekas irisan dan jahitan di perutnya.
Dia sangat kurus sehingga ibu dan istrinya hampir tidak
mengenalinya saat melihatnya. Petugas membawa dokumen yang
menyatakan bahwa Muhammad menderita keterbelakangan mental
dan penyakit lever. Padahal, Muhammad tidak pernah menderita
penyakit lever ataupun keterbelakangan mental. Dia sangat
baik kepada orangtuanya maupun kepada anggota keluarga dan
kerabatnya. Dia adalah pria yang paling terdidik pada saat
itu. Semoga Allah ridha atasnya.
Husain, lahir 10 Juni 1977. Anak saya, telah 7 bulan di
penjara Zangiota sekitar Tashkent, kemudian dikirim ke
penjara Karakalpakstan. Saya belum diizinkan untuk
melihatnya selama 2 bulan berikutnya. Ketika akhirnya saya
melihat anak saya, kondisinya sangat memilukan. Dia digotong
dalam sebuah tandu ke ruangan dan lalu diletakkan di lantai.
Meski demikian, dia bangga dan berusaha untuk menenangkan
saya. Menurutnya, di kedua penjara itu dia menjalani hukuman
dengan pukulan yang keji dan penyiksaan. “Di sini kami tidak
mendapatkan perawatan medis,” katanya. Ia sempat bertanya,
“Apakah ayah mendengar berita bahwa Muslim di seluruh dunia
sedang bersatu? Ini adalah alasan Karimov tergesa-gesa pergi
ke AS.” Ketika saya bertanya apakah dia telah menulis surat
permohonan pengampunan, dia menjawab, “Bagaimana aku akan
menghadapkan wajahku kepada Tuhan nanti? Bagaimana aku harus
menjawab di Hari Kiamat? Setiap hari sedikitnya dua orang
meninggal di sini. Ada lubang pada orang-orang ini-di mana
air seni mereka mengalir, sedangkan aku cukup baik.
Teman-temanku akan datang dan membantuku,” lanjutnya.
Seminggu setelah saya melihatnya, Kamis (31/10/2001),
tubuhnya dikirim kepada kami. Anak saya tetap tampan, seakan
dia masih hidup dan hanya tertidur. Rambutnya sangat hitam.
Kamis malam pukul 20.00 dia dimakamkan.
Tidak hanya itu, kaum Muslim yang ikhlas dan salih ini juga
ditempatkan di penjara yang sangat menyedihkan. Hamba Allah
yang ikhlas ini juga mengalami penyiksaan yang luar biasa
selama di penjara. “Penjaga penjara secara sistematis
memukul tahanan dengan pemukul kayu atau karet. Secara
khusus, mereka memberikan hukuman yang lebih berat kepada
siapa saja yang ditahan karena masalah agama dan memaksa
tahanan untuk menyanyikan lagu kebangsaan atau membaca
puisi-puisi yang memuji-muji presiden atau negara. Mereka
yang terlihat shalat lima waktu akan dipukuli dan
kadang-kadang diisolasi dalam sel terkunci selama
berhari-hari.” (Human Rights Watch, World Report 2002).
Di penjara Uzbekistan, sejumlah napi yang sehat dibawa ke
San.gorod untuk dicampur dengan napi yang sakit. Mereka
tinggal bersama selama 15-20 hari, lalu terinfeksi, dan
kemudian dikembalikan ke penjara semula. Dalam 2-3 bulan,
mereka dikirim lagi ke San.gorod dan kali ini benar-benar
sakit. Meskipun mereka terus-menerus disiksa dan diisolasi
dari dunia luar, petugas penjara selalu mencari metode yang
lebih sadis lagi-yang barangkali binatang pun akan malu
melakukannya.
Tidak sebatas itu, Karimov juga memperluas terornya kepada
para wanita Muslimah dan keluarga aktivis Hizbut Tahrir.
Musharifa Usmanov, istri Farhad Usmanov, juga dituduh
melakukan kegiatan terorisme yang tidak pernah terbukti.
Sampai saat ini, keberadaan Muslimah pejuang ini tidak
diketahui. Lebih jauh lagi, pelecehan yang sistematis,
bukti-bukti yang direkayasa, ancaman yang dilakukan dinas
rahasia, teror psikologis terutama terhadap para Muslimah
adalah sesuatu yang umum dilakukan. Pada Desember 2000,
Feruza Kubanov, 25 tahun, ibu dari dua anak, ditahan di
penjara polisi distrik Shakantaur. Dia diancam diperkosa
beramai-ramai jika dia tidak mengaku sebagai anggota Hizbut
Tahrir.
Korban Perang Anti Terorisme AS
Sejak serangan terhadap Amerika 11 September yang lalu dan
sebagai tindak lanjut dari kampanye ‘perang melawan
terorisme’ yang dipimpin oleh AS, serangan dan tekanan
terhadap Muslim Uzbekistan semakin meningkat dengan pesat
sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan.
Dukungan AS terhadap Uzbekistan sebagai mitra strategis
dalam perang terorisme versi Amerika Serikat telah secara
efektif dijadikan alat pembenaran bagi rezim Karimov untuk
melakukan penindasan terhadap kelompok-kelompok penentangnya
yang bersifat politik dan religius di Uzbekistan. Pola yang
sama yang sering digunakan adalah mengkaitkannya dengan al-Qaidah.
Tidak aneh, setelah serangan 11 September terhadap AS,
sembilan orang yang dicurigai sebagai anggota Hizbut Tahrir
ditahan dengan tuduhan memiliki hubungan dengan al-Qaidah.
Padahal, jaksa penuntut tidak memiliki bukti-bukti yang
menyakinkan tentang itu, dan sudah diketahui secara luas
bahwa dalam langkah perjuangannya Hizbut Tahrir menggunakan
metode tanpa kekerasan demi perubahan politik.
Sementara itu, kampanye global perang terhadap terorisme
yang dipimpin oleh Amerika demikian terbuka dan didukung
oleh banyak kepala negara di dunia. Sangat ironis, dunia
internasional dan PBB menutup mata terhadap tindakan
terorisme negara yang dipraktikkan oleh Karimov terhadap
kaum Muslim yang salih dan ikhlas di Uzbekistan.
Bahkan, sebagai dukungan atas kekejamannya membantai kaum
Muslim dan berpartisipsi dalam kampanye ‘Perang Melawan
Terorisme’ ala AS, Uzbekistan telah menerima pinjaman utang
dari AS sebesar 55 juta dolar dengan jaminan Bank Eksport
Import AS. Rezim Uzbekistan yang kejam ini juga dijanjikan
utang luar negeri 160 juta dolar-tiga kali lipat jumlah
utang sebelumnya-sebagaimana yang dilansir sebuah artikel di
Washington Post (13/03/2002).
Hal ini merupakan bukti yang sangat jelas, bahwa AS
sebenarnya bukan ingin memerangi teroris. Kalau benar ingin
memerangi teroris, mengapa terorisme yang dilakukan oleh
Musharaf di Pakistan, Sharon di Palestina, Presiden Karimov
di Uzbekistan, Lee Kuan Yew di Singapura, Arroyo di
Filipina, dll malah mendapat dukungan besar dari AS. Di satu
sisi, Goerge W. Bush berbusa-busa menyatakan bahwa terorisme
adalah tindakan yang bertentangan dengan HAM dan Demokrasi.
Akan tetapi, di sisi lain, Bush mensponsori negara-negara
yang menindas hak-hak rakyatnya.
Sesungguhnya kampanye ‘perang melawan terorisme’ ini
bertujuan untuk mempertahankan dan melanjutkan imperialisme
AS atas Dunia Islam. Setelah perang dingin berakhir, AS
kehilangan legitimasi untuk melakukan intervensi dan
penjajahan terhadap negara lain. Dibuatlah strategi baru,
yakni kampanye melawan terorisme. Dengan dasar ini, AS
melakukan intervensi ke setiap negara guna melanjutkan
politik imperialismenya. Jadi, tidaklah aneh jika Deputi
Menhan AS, Paul Wolfowitz mengatakan, “Perang terhadap al-Qaidah
dan Taliban memakan waktu tahunan, meskipun tidak sepanjang
perang dingin (Kompas, 16/07/2002).”
Kata-kata dalam waktu lama ini menunjukkan kepentingan
jangka panjang AS untuk mempertahankan penjajahannya.
Yang menjadi sasaran utama dari AS adalah umat Islam, yakni
mereka yang benar-benar ingin menegakkan Islam, serta yang
secara tegas dan jelas menentang penjajahan AS atas Dunia
Islam. Bagaimanapun, umat Islam yang ideologis inilah yang
selama ini menjadi penghalang bagi penjajahan AS. Sebab,
umat Islam yang ideologis akan membongkar kepalsuan
propaganda AS dan niat busuknya. Mereka juga bercita-cita
untuk menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah yang akan
menerapkan syariat Islam. AS sangat tahu persis, jika kaum
Muslim seluruh dunia bersatu di bawah naungan Daulah
Khilafah Islamiyah dan menegakkan syariat Islam, kepentingan
penjajahannya di Dunia Islam akan terancam. Umat Islam
inilah yang oleh AS disebut fundamentalis, teroris, dan
militan. Mereka yang mengajak masyarakat ke jalan Allah SWT
agar mereka diridhai-Nya akan dicegah dengan berbagai cara.
Hal ini terungkap dari pernyataan mantan menlu AS yang
sering dijadikan rujukan politikus AS, Henry Kissingger,
dalam bukunya, Diplomacy, “Kita harus mencegah Islam
Fundamentalis yang berubah menjadi penentang Dunia Barat dan
kita.”
Apa yang menimpa Agus Dwikarna di Filipina, yang dihukum 10
tahun satu hari penjara, adalah bagian dari skenario ini.
Sebab, sebagaimana diketahui, Agus Dwikarna aktif dalam
kampanye penegakan syariat Islam di Sulawesi. Hal ini
sebenarnya merupakan upaya AS untuk menakut-nakuti pejuang
Islam yang lain, yang ingin menegakkan syariat Islam.
Tampaknya, Bush lupa, bahwa bagi kaum Muslim, Allah SWT yang
paling berhak untuk ditakuti, bukan dia atau AS. Allah SWT
berfirman:
Mengapakah kalian takut kepada mereka padahal Allah-lah yang
berhak untuk ditakuti jika kalian benar-benar orang yang
beriman? (QS at-Taubah [9]: 13).
Tuntutan untuk Pemerintah Uzbekistan
Pemerintah Uzbekistan telah memanfaatkan isu perang melawan
terorisme yang dipimpin oleh AS untuk menindas rakyatnya
sendiri, terutama terhadap aktivits Hizbut Tahrir. Padahal,
Hizbut Tahrir bukanlah organisasi teroris. Hizbut Tahrir
adalah partai politik yang berideologikan Islam. Hizbut
Tahrir berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam dalam
seluruh aspek kehidupan dengan menegakkan Daulah Khilafah
Islamiyah. Aktivis Hizbut Tahrir di mana saja konsisten
mengikuti metode dakwah Rasul hingga berhasil menegakkan
Daulah Islam di Madinah. Hizbut Tahrir tidak pernah
menggunakan cara kekerasan, kudeta militer, atau tindakan
teror untuk mewujudkan tujuannya. Hizbut Tahrir berjuang
secara damai lewat perjuangan politik. Karena itu, tidak ada
alasan sama sekali bagi pemerintah Uzbekistan untuk
bertindak keji terhadap aktivis partai politik ini.
Karena itu pula, Hizbut Tahrir Indonesia, menuntut kepada
pemerintah Uzbekistan untuk segera menghentikan kekejian ini,
melepaskan para aktivis Islam dari penjara, dan
merehabilitasi nama baik mereka. Kalau ini tidak dilakukan,
ingatlah azab Allah akan menimpa siapa saja yang memerangi
kaum Muslim. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan atas
orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka
tidak bertobat, bagi mereka azab jahanam dan azab neraka
yang membakar. (QS al-Buruj [85]: 10).
Sudah saatnya diam kita diakhiri.